Penerapan Artificial Intelligence Dalam E-Commerce Indonesia
Istilah “kecerdasan buatan” atau artificial intelligence (AI), diperkenalkan sejak tahun 1956 dan implementasinya telah diterapkan di berbagai sektor, termasuk e-commerce. Sampai sejauh mana penerapan teknologi AI dalam perkembangan e-commerce di Indonesia?
Terlebih dahulu, penting untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan AI. Sesuatu tergolong AI jika bisa meniru fungsi kognitif manusia. Seperti mengenali lingkungan sekitarnya, menangkap pola, membuat keputusan, dan pada kasus tertentu bisa melakukan pembelajaran (learning).
Fungsi AI adalah sebagai solusi terhadap berbagai hal secara lebih cepat dan cerdas. AI tidak harus selalu berbentuk robot seperti di film fiksi-ilmiah. AI bisa juga berupa komputer, perangkat, atau bahkan piranti lunak tanpa wujud.
Jika disadari, itu merupakan bentuk kecerdasan buatan yang dibenamkan dalam perangkat keseharian. Namun tidak jarang juga kita sebagai pengguna justru tidak sadar bahwa kecerdasan buatan telah meresap dalam kehidupan.
Seperti misalnya iklan produk yang terus-menerus tampil di halaman website yang kita kunjungi. Terkesan seperti mengingatkan apa yang dicari sebelumnya. Hal tersebut merupakan salah satu contoh penerapan AI dalam e-commerce.
Teknologi AI dalam e-commerce
Ada begitu banyak bentuk pengadopsian teknologi AI dalam konteks e-commerce. Kita akan membahas tiga di antaranya yang cukup umum. Yaitu chatbot, layanan pelanggan, serta pemasaran-penjualan.
Chatbot adalah perangkat lunak yang bertugas melayani percakapan dengan pengunjung, dengan objektif untuk berkomunikasi seresponsif mungkin. Layanan ini memungkinkan pengunjung mendapat balasan dalam waktu singkat, dan dari sisi perusahaan, ini adalah investasi yang murah.
Poin kedua masih terkait, namun dalam konteks layanan pelanggan. Bayangkan jika pengunjung melayangkan pertanyaan via email, lalu AI bisa mengenali isunya dan segera membalas. Bukan hanya soal responsivitas saja, tetapi juga menekan kebutuhan staf layanan pelanggan yang berakibat pada turunnya biaya karyawan.
Dalam dua contoh di atas, AI bertugas menganalisis kata-kata yang digunakan dan memberikan jawaban relevan. Memang, implementasinya tidak selalu mulus, terutama karena bahasa manusia adalah hal kompleks.
Untuk mengatasinya, bisnis mengombinasikan antara AI dengan staf manusia di belakangnya, yang bertugas melanjutkan percakapan pasca AI. Dan lagi-lagi di sinilah AI berperan, untuk menilai respons pengunjung, membuat keputusan apakah perlu mengopernya pada staf, dan mempertimbangkan siapakah staf yang paling relevan.
Berikutnya, terkait pemasaran-penjualan. Pada dasarnya, AI memiliki sifat alamiah prediktif berdasarkan data. Pada tingkat yang dangkal, AI dapat memprediksi penjualan dengan mempertimbangkan tren dan data historis. Lebih dalam lagi, AI mampu melakukan personalisasi penawaran pada pengunjung potensial.
Berdasarkan informasi tentang preferensi pengunjung, AI bisa merekomendasikan produk yang relevan. Informasi tersebut bisa bersumber dari mana pun, seperti data personal, demografi, histori pencarian, dan lainnya.
Implikasinya, pengunjung akan disuguhkan dengan informasi yang sesuai dengan ketertarikannya. Setiap halaman penawaran adalah unik. Mereka yang sedang mencari telepon genggam akan melihat iklan yang relevan seperti telepon dan aksesori.
Mereka yang merencanakan liburan akan menjumpai penawaran atau iklan tiket pesawat atau hotel. Dengan demikian, pengunjung merasa diperlakukan secara lebih dekat dan personal, sehingga berpeluang lebih tinggi untuk melakukan transaksi.
Penerapan teknologi AI di Indonesia
Mungkin masih belum banyak yang tahu bahwa teknologi AI sebenarnya sudah diadopsi di Indonesia, terutama di bidang e-commerce, meskipun berbeda dalam hal skala dan kedalaman.
Memang tidak banyak pemain yang blak-blakan menjelaskan teknologi AI yang mereka terapkan. Namun, ada sebagian pelaku yang merupakan pelopor sekaligus cukup terbuka pada media, seperti BukaLapak misalnya.
Dalam hal chatbot dan layanan pelanggan, cukup banyak e-commerce ataupun situs umum di Indonesia yang sudah mengadopsi teknologi ini.
Pada BukaLapak contohnya, AI membantu menganalisis kata terkait isu yang dihadapi pengunjung. Hasilnya? Kecepatan respon stim layanan pelanggan meningkat hingga enam kali lipat, seperti dilansir dari Tech in Asia.
BukaLapak mengklaim bahwa mereka bisa meningkatkan transaksi lebih dari Rp 50 miliar per bulan dari fitur personalisasi penawaran ini. Pernyataan tersebut konsisten dengan studi yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG) yang menyimpulkan bahwa peritel yang menerapkan strategi personalisasi dapat meningkatkan penjualan sebesar 6-10%.
Masa depan AI di Indonesia
Hal-hal di atas hanyalah contoh umum dari implementasi AI yang dilakukan niaga-el. Ke depannya, tentu masih begitu luas ruang yang bisa dieksplorasi.
Misalnya saja manajemen persediaan (inventory management). Bayangkan jika AI dapat membantu mengingatkan untuk menambah stok produk tertentu menjelang Lebaran, bahkan hingga merekomendasikan jumlah pesanan yang optimal berdasarkan data historis.
Atau teknologi pengenal visual (gambar), yang memungkinkan AI mengklasifikasikan ataupun merekomendasikan produk berdasarkan gambar dan bentuk produk yang dicari, bukan hanya sekadar kata-kata lagi. Beberapa e-commerce di luar negeri sudah menerapkan hal tersebut.
Di Indonesia sendiri, BukaLapak menyampaikan bahwa mereka memiliki banyak inisiatif terkait AI. Mulai dari pengiriman drone hingga alat pengenal suara yang mampu melakukan transaksi otomatis.
Traveloka menggelontorkan dana US$ 500 juta demi mengembangkan teknologi AI untuk memahami perilaku pengunjung di berbagai negara berbeda.
Di luar itu, bisa dipastikan bahwa para pelaku e-commerce lainnya sedang menciptakan terobosan AI yang relevan dengan bisnisnya masing-masing. Dengan kata lain, teknologi AI memiliki prospek yang sangat baik di Indonesia.
Source:
http://marketeers.com/sejauh-mana-penerapan-artificial-intelligence-dalam-e-commerce-indonesia/
Komentar
Posting Komentar